A World Without Gaara
Satu lagi hari yang damai
berlalu di Sunagakure. Seorang gadis berambut kuncir empat pun bersiul rendah
menyambut datangnya hari yang cerah ini. Dengan santai ia melangkahkan kaki
menyusuri jalan desa yang berpasir. Kedua tangannya menenteng belanjaan yang ia
beli hari ini. Tak peduli dengan teriknya matahari yang menyengat, mood gadis
itu tetap riang. Senyum tipis – yang banyak dianggap orang, senyum yang agak
jaim – selalu terpulas di bibirnya.
Gadis berambut pirang pasir itu
sangat senang. Karena besok adalah hari ulang tahun adik bungsunya. Ia
tersenyum makin ceria mengingat hari spesial besok. Gadis yang menyandang
Temari ini dengan sukarela bersusah payah mencarikan hadiah yang pantas untuk
diberikan kepada adiknya yang merupakan seorang pemimpin desa Suna itu. Meski
besok juga adalah hari peringatan kematian ibunya, namun tak ada salahnya untuk
merayakan hari kelahiran adiknya kan?
Ya itu benar, adiknya, yang
bernama Gaara, selalu menolak mengadakan pesta ulang tahun karena ia lebih
memilih untuk berziarah ke makam ibunya. Bahkan ketika seluruh warga Suna
mengadakan pesta besar untuk merayakan hari ulang tahun pemimpin mereka itu,
Gaara hanya menghadirinya dengan tampang dingin.
Temari dan juga Kankurou, kedua
kakak Gaara, tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat Gaara merasa senang
pada hari ulang tahunnya. Dan, sebagai seorang kakak tertua, Temari memutuskan
untuk membuat Gaara bahagia pada ulang tahunnya yang ke 15 ini. Ia akan
melakukan segala cara, termasuk membakar semua tugas Gaara yang menghalangi
rencananya bila memang itu diperlukan. Ia menjadi seorang jounin bukan hanya
isapan jempol belaka.
Temari menghela napas panjang,
ia sudah bertekad untuk membuat hari ulang tahun Gaara besok menjadi hari yang
sangat spesial. Dengan santai, ia mengayun terbuka pintu rumah yang ia tinggali
bersama kedua adik lelakinya. Ia tahu, sekarang pasti Kankurou sedang
mati-matian menyelesaikan misi secepatnya agar bisa pulang besok tepat pada
waktunya. Sedangkan Gaara, pasti sedang berada di kantornya, tenggelam dalam
berkas-berkas penting yang meronta untuk diselesaikan.
Intinya, rumah ini sekarang kosong.
Temari menaruh belanjaannya di
ruang tamu, yang terdiri dari kertas berwarna-warni, kue-kue dan berbagai macam
hal lainnya yang identik dengan pesta ulang tahun. Ia akan membuat semua hiasan
hari ini di kamarnya dan memasangnya besok, agar Gaara tidak curiga. Setelah
yakin kalau belanjaannya lengkap, tidak ada yang kurang, Temari segera menaruh
semua belanjaannya itu di dalam kamarnya. Untung Gaara itu orang yang
menghargai privasi, jadi tidak pernah ada kejadian Gaara main selonong masuk ke
kamarnya. Beda sekali dengan Kankurou yang tidak jarang masuk tanpa ketuk pintu
ketika kakak perempuannya sedang ganti baju.
"Belanjaan sudah,
berarti...beres-beres rumah," gumam Temari. Ia akan memasak kue besok,
memasang semua hiasan pada siang hari, dan pada malam hari ketika Gaara pulang,
ia dan Kankurou akan siap menyambutnya dengan suansa pesta yang meriah. Ini
cuma pesta keluarga, jika terlalu banyak orang hadir, justru akan membuat Gaara
jengah, karena adiknya itu tidak suka keramaian.
Temari segera keluar kamar dan
bergegas untuk membereskan rumahnya. Sebenarnya, ia adalah tipikal cewek yang
membenci perkejaan rumah tangga. Tapi, tampaknya, ia dan adik-adiknya lebih
nyaman untuk mengurus rumah mereka sendiri tanpa pembantu, wajar, sifat mereka
yang agak susah percaya dengan orang lain tampaknya sudah mendarah daging.
Berusaha memasukkan lebih banyak
semangat, Temari segera membersihkan rumahnya – yang sayangnya, cukup
berantakan – itu. Dimulai dengan mencuci semua piring kotor yang menumpuk,
mengelap meja yang kotor dan menata berbagai furniture rumah yang berantakan.
Ketika memasuki kamar Kankurou, Temari tidak heran melihat kamar adiknya itu
seperti bengkel boneka. Peralatan memperbaiki boneka, spare parts dan
sebagainya berserakan di lantai. Gadis berkuncir empat itu sampai heran,
bagaimana bisa Kankurou tidur di kamar yang berantakan seperti ini?
Karena terlalu malas untuk
membersihkan perlatan boneka Kankurou – lagian, kalau diberesi, nanti malah
dimarahi Kankurou – Temari hanya mengganti seprei dan mengambil baju kotor yang
berserakan dimana-mana.
Selesai dengan kamar adiknya
yang tertua, sekarang ia harus membersihkan kamar adiknya yang paling muda.
Saat tangannya meraih tuas pintu, Temari sempat ragu. Gaara itu orangnya cukup
tertutup, meski ia sudah lebih terbuka dibanding dulu, namun kelihatan sekali
masih sulit baginya untuk begitu mudah mempercayai orang lain. Temari jarang
sekali masuk ke kamar adiknya yang berada di ujung lorong ini. Kamar ini begitu
terisolir, seakan menjadi dunia lain di dalam rumah ini.
Dulu, saat Gaara dikenal sebagai
monster pembunuh berdarah dingin, kamar ini adalah area terlarang untuk semua
penduduk Suna, termasuk keluarganya. "Yah, kan cuma mau beres-beres ini,
gak apa-apa kan?" gumam Temari pada dirinya sendiri dan memberanikan diri
untuk masuk ke kamar adiknya dan akan menanggung resiko bila ia kena marah
nanti.
Temari sempat tertegun melihat
kamar Gaara yang kurang mencerminkan adiknya yang tenang dan cool itu. Kamarnya
bisa dibilang kurang rapi – atau lebih tepatnya, cukup berantakan. Di lantai
banyak bertebaran buku dan kertas-kertas, seprei yang menjuntai melesak dari
tempat tidur dan bahkan bantal dan guling yang terbaring di lantai. Cuma baju
kotor Gaara yang tak terlihat di kamar ini, adiknya itu memang rajin memilah
baju kotornya untuk dicuci setiap hari. Temari terkikik sedikit, ternyata
seorang "Gaara" juga masih seorang cowok remaja. Meski terkejut,
tidak heran baginya melihat kamar Gaara seperti ini. Gaara memang bukan tipikal
orang prefeksionis.
Temari meraih selembar kertas
yang terdapat dekat dengan kakinya. Setelah mencermati, itu adalah salinan dari
sebagian hukum Sunagakure. Senyum kembali tampil di wajahnya, sepertinya,
diam-diam Gaara belajar keras untuk bisa menjadi Kazekage yang dapat
dibanggakan. Ia jadi mengerti istilah "kamar seorang yang jenius selalu
berantakan".
"Dibereskan tidak ya?" gumamnya menimang apakah
Gaara akan marah bila ia mengacak-ngacak objek belajarnya. Ia memandangi
keseluruhan kamar adiknya itu dan matanya terpaku pada sebuah buku yang
tergeletak dekat jendela. Seperti buku menggambar, tapi tidak mungkin kan?
Karena penasaran, Temari
menghampiri buku itu dan memungutnya. Memang benar, ini buku menggambar, dari
sampulnya Temari bisa tahu kalau buku ini sudah berumur cukup tua. Buku
menggambar di kamar Gaara? Apa mungkin ini buku menggambarnya saat ia masih
kecil? Pikir Temari. Tanpa pikir panjang, ia segera membuka buku itu.
Matanya mencerna kalimat yang ada di halaman pertama buku
itu:
"Sebuah Dunia Tanpa Gaara".
Dahinya mengernyit, ia yakin
begitu bunyinya meski tulisannya memakai huruf hiragana yang masih mencong ke
sini dan ke sana. Tampaknya ini tulisan Gaara ketika ia masih balita, mungkin
sekitar 5 tahun. Ia menghiraukan perasaan kagum, betapa hebat adiknya sudah
bisa memakai huruf hiragana dengan benar pada usia yang belia.
Penasaran dengan isinya, Temari
kembali membuka halaman berikutnya. Ia nyaris tertawa saat melihat betapa lucu
gambaran adiknya saat masih kecil. Namun, keinginan tertawanya hilang saat
membaca kalimat yang ada di bawah gambar itu.
"Bila aku tidak lahir, ibu tidak akan mati".
Temari tertegun. Ia tidak habis
pikir, kenapa Gaara bisa berpikir seperti itu saat ia masih kecil. Ia mengelus
gambar seorang wanita berambut coklat pendek yang sedang tersenyum. Gambarnya
memang lucu dan aneh, khas anak kecil, namun kalimat yang ditulis Gaara membuat
perasaannya sedih. Ia melirik halaman di sampingnya, dan membaca kalimat yang
tertulis di sana sebelum mencermati gambarnya.
"Bila aku tidak lahir, ayah tidak akan jadi seorang yang gila
karena anaknya adalah monster yang mengancam keamanan desanya".
Gadis berkuncir empat itu
kembali terdiam. Ia heran kenapa Gaara bisa tahu hal seperti itu saat ia masih
kecil. Namun, yang lebih penting, kenapa Gaara bisa berpikir hal menyedihkan
seperti itu?
Ia melihat gambar laki-laki
berambut coklat yang tersenyum bahagia. Di sampingnya, ia melihat gambar ibunya
yang sedang tersenyum juga. Mereka berdua digambar Gaara dengan wajah yang
sangat bahagia, namun Temari ragu, apakah saat menggambar ini Gaara merasa
bahagia.
Pasti tidak.
Ia membalik halaman itu dan kembali membaca halaman
berikutnya.
"Temari dan Kankurou tidak perlu repot karena tidak
memiliki adik monster seperti aku". Temari melihat gambar dirinya dan
Kankurou yang juga kelihatan bahagia. Namun, hatinya merasa tersayat melihat
gambar itu. Ia melirik halaman selanjutnya yang terdiri dari potongan-potongan
gambar. Gambar ia, Kankurou, ayahnya dan ibunya sedang berdampingan, ada yang
sedang makan bersama, tertawa bersama dan berkumpul bersama. Namun, Temari
tidak menemukan setitik pun gambar Gaara.
Adiknya tidak menggambar dirinya dalam keluarganya sendiri.
Ia membaca kalimat yang ada di halaman itu:
"Mereka akan lebih bahagia tanpa aku".
Tak terasa, setitik air mata
Temari jatuh ke atas halaman itu. Ia segera menghapusnya dan menyadari kalau
ada bekas air mata lain pada kertas itu. Namun, bekas itu sudah lama sekali,
warna di sekitar bekas tetesan itu memudar dan meninggalkan bekas yang jelas.
Gaara menggambar buku ini sambil
menangis. Temari merasakan matanya semakin panas. Ia tak bisa membayangkan,
pikiran macam apa yang bisa membuat adiknya itu menggambar buku seperti ini. Ia
menggambar semua orang di dalam buku ini dengan ekspresi bahagia sementara
dirinya sendiri menangis. Seakan, ia tidak patut untuk menerima kebahagiaan.
Berusaha menguatkan hatinya,
Temari membuka halaman selanjutnya dan melihat gambar orang banyak yang ia tebak
sebagai warga Suna.
Kalimat yang ada di bawah gambar itu adalah:
"Orang-orang Suna tidak perlu takut karena aku tidak
ada". Wajah Temari semakin muram. Ia melihat halaman-halaman selanjutnya
kosong tanpa goresan sedikit pun. Namun, ia menyadari halaman paling terakhir
robek atau mungkin sengaja dirobek dan diselipkan di sana. Ia mengambilnya dan
melihat satu gambar lagi.
Gambar Gaara seorang diri dengan
tangannya yang menyeret sebuah boneka teddy. Gambar adiknya yang kecil di
kertas gambar yang cukup besar.
Ia terlihat...kesepian. Temari
melihat apakah ada kalimat di bawah gambar itu. Namun, matanya membelalak saat
ia membaca satu kata yang dulu sering ia ucapkan kepada Gaara.
"Monster".
Temari membiarkan kertas itu
jatuh dari tangannya dan menghiraukan air mata yang mengalir di pipinya.
Ia lupa, betapa jahat perlakuan
dirinya pada Gaara dulu. Ia dan Kankurou selalu menghindarinya dan bahkan
menghiraukannya saat Gaara menangis tersedu-sedu sendirian. Dulu, saat ia masih
kecil, ia benci pada Gaara yang telah merenggut nyawa ibunya. Terlebih lagi,
semua teman-temannya memanggil Gaara monster sehingga ia ikut-ikutan.
Ia masih ingat, wajah Gaara saat
ia dan Kankurou pertama kalinya memanggil ia "monster" dan
menyuruhnya pergi. Matanya yang hijau berlinang air mata sementara tangannya
menggenggam boneka teddynya yang sudah rusak dengan erat. Tubuhnya gemetaran
dan dengan isak tangis, ia melangkah pergi. Tak ada yang menenangkan Gaara saat
itu, tak ada yang mengelus kepalanya dan menghapus air matanya. Ia hanya sendirian,
menangis dan tersakiti sementara orang-orang menyalahkan sesuatu yang
sebenarnya bukan salahnya.
Dulu, Gaara bersikap seperti
monster haus darah, karena tak ada orang yang memperlakukannya seperti manusia,
semuanya menganggap Gaara sebagai seorang monster ganas, tidak heras jika
akhirnya Gaara percaya kalau dirinya sendiri adalah seorang monster.
Tak terhitung berapa lama Gaara
hidup sendiri. Meski semenjak kematian Yashamaru, Gaara berubah menjadi monster
berdarah dingin, namun mata yang ia pancarkan tetap sama.
Mata yang kesepian dan begitu terluka.
Temari menyesal, bagaimana ia
bisa lupa betapa jahat sikapnya terhadap Gaara dulu. Ia tidak ingat apakah ia
pernah dan keluarganya merayakan ulang tahun Gaara saat ia masih kecil. Ia,
Kankurou, ayahnya dan Yashamaru selalu pergi berziarah ke makam ibunya dan
menghiraukan Gaara yang berdiri terisolasi dari mereka.
"Temari-neechan, pesta ulang tahun itu seperti
apa?" itulah pertanyaan Gaara dulu saat ia mengetahui kalau Temari dan
Kankurou diundang ke pestas ulang tahun temannya. Matanya berbinar dengan
polosnya namun ia masih ingat, raut wajahnya yang polos dan penasaran terlihat
sedih.
"Tidak akan ada pesta ulang tahun untuk monster
sepertimu," itulah jawaban yang Kankurou berikan pada Gaara yang masih kecil
dan polos. Tak ayal, adik bungsu mereka itu menangis dan dengan cueknya, Temari
dan Kankurou pergi ke pestas ulang tahun temannya dan bersenang-senang.
Sementara Gaara menangis sendirian.
Namun, saat pesta itu, Temari
bisa melihat dari jendela, sosok Gaara kecil yang bersembunyi di balik gedung
dengan mata polos menatap menerobos jendela. Seakan sedang melihat sesuatu yang
begitu berharga, bagai sedang melihat dunia impian yang penuh dengan keceriaan.
Namun dengan segera raut wajahnya menjadi sedih dan Gaara pun menghilang.
"Tidak akan ada pesta
ulang tahun untuk monster sepertimu."
Temari kembali menangis.
Mentang-mentang karena Gaara sudah berubah, ia terhenyak dan lupa akan kenangan
menyakitkan bagi Gaara itu. Tentu bukan hanya itu saja perbuatan jahatnya pada Gaara,
ia tidak bisa menghitung berapa kali ia menyakiti hati Gaara dulu. Jika dipikir
sekarang, benar-benar suatu keajaiban Gaara tidak membunuh dirinya dan Kankurou
dulu.
Ia sudah melewatkan banyak
kesempatan, ia yakin dulu Gaara tidak pernah merasakan apa itu "kehangatan
keluarga".
Temari mengambil buku gambar itu
dan membaliknya, ia melihat ada tanggal yang tertera di sana. 19 Januari. Tepat
pada saat ulang tahun Gaara. Dan ia melihat tulisan lain.
"Dari
Gaara untuk Gaara".
Temari kembali termangu, adiknya
membuat hadiah untuk diberikan kepada dirinya sendiri pada hari ulang tahunnya.
Orang mungkin berpikir kalau itu gila, namun sebenarnya ini benar-benar
menyedihkan. Temari tak mampu membayangkan, dengan raut wajah seperti apa saat
Gaara menggambar cerita ini sebagai hadiah untuk dirinya sendiri.
Betapa jahat dirinya, betapa berdosanya ia pada adiknya
yang selalu kesepian itu.
Temari menghapus air matanya.
Tak ada gunanya menangis. Ia akan melakukan Sesutu untuk membayar semua ini.
Meski ia yakin, apapun yang ia perbuat tidak akan bisa menebus semua dosa yang
ia perbuat pada Gaara.
Namun, ia masih punya satu misi:
Ia harus menjadikan hari ulang tahun Gaara besok sangat
spesial.
Gaara keluar dari kantornya
dengan tampang lesu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, dan tidak seperti
semua orang pada umumnya, ia membenci hari ulang tahunnya. Meski sudah berubah,
meski sudah meraih banyak kerpecayaan dan menjadi seorang Kazekage, Gaara masih
membenci hari kelahirannya ini.
Ia masih berpikir kalau dunia
ini akan jauh lebih baik tanpanya. Baginya, hari kelahirannya adalah sebuah
kutukan untuk penduduk desa Suna ini.
Terlebih ibunya meninggal saat
melahirkannya, ia membuat Temari dan Kankurou kekurangan kasih sayang seorang
ibu. Ia juga tidak heran mengapa ayahnya begitu membencinya, pasti karena
ayahnya juga membenci dirinya yang sudah membunuh istri yang begitu
dicintainya.
Ia menyesal, namun ia tidak bisa
memperbaiki semuanya. Ia malah menumpuk dosa lebih banyak dengan membunuh
banyak orang dan menganggap suatu permainan.
Ia mencoba untuk berubah, ia
berharap meski sedikit, ia bisa menebus kesalahan-kesalahan yang ia perbuat.
Dan, sebagai bayaran atas rasa penyesalannya, Gaara memutuskan untuk tidak
pernah merayakan ulang tahunnya. Ia tidak berhak merasa bahagia saat ulang
tahun. Kepalanya terasa pening, namun kakinya tetap melangkah menuju rumah. Ia
harap Kankurou dan Temari akan bersikap kalau hari ini adalah hari biasa, bukan
hari ulang tahunnya. Baginya, itu lebih baik.
Ia meraih kenok pintu dan memutarnya.
Sebelum sempat ia mengatkan "aku pulang", ia sudah disambut dengn
bunyi terompet dan teriakan "SURPRISE".
Ia tertegun sejenak saat melihat
ruang tamu rumahnya yang sudah disulap menjadi sebuah ruangan pesta, apalagi
saat melihat kedua kakaknya memakai topi ulang tahun dan tersenyum ke arahnya.
Ia hanya terdiam. Ia merasa
tidak nyaman. Ia merasa tidak enak. Ia merasa menyesal, ia tidak pantas untuk
menerima perhatian seperti ini. Biarlah ia sendiri dan merenungi semua
kesalahannya pada hari ini, meski tidak enak untuk menolak pesta yang sudah
disiapkan kedua kakaknya ini, namun ia harus mengatakannya.
Sebelum sempat ia mengucapkan
satu kata, tangan Kankurou teracung di depannya, seakan menghentikannya untuk
bicara.
"Aku tahu, kau pasti ingin menolak pesta ini, kan
Gaara? Namun, sebelum itu, terimalah hadiah kami ini," kata Kankurou cepat
dan segera mengambil bungkusan kado yang entah ia ambil dari mana.
"Kami membuatnya sendiri lho, kami harap kau
suka," kata Temari sambil tersenyum. Gaara menerima kado tersebut dan
bertanya-tanya, ia segan untuk membukanya, namun karena Temari dan Kankurou
memandangnya dengan penuh harap akhirnya ia memutuskan untuk membuka kadonya.
Pertama, ia sangka ia mendapat
hadiah pigura yang cukup besar. Namun, ia kaget saat melihat gambar yang ada di
pigura itu.
Itu adalah gambarnya, gambar
dari buku gambarnya saat ia masih kecil. Gambar dirinya yang sendirian dan
kesepian. Namun, ia bisa melihat jelas kalau orang lain sudah menggambarkan hal
yang baru. Ia melihat gambar Temari dan Kankurou mengapit dirinya di gambar
itu. Wajah dirinya tidak lagi sedih namun tertawa bahagia. Tulisan
"monster" pun sudah dihapus dan sebagai gantinya ia membaca
"adik bungsu tersayang kami".
Ia tertegun, matanya terus
melihat gambar itu. Ia ingat, betapa sedih perasaannya saat mengammbar gambar
ini. Ia terus menangis dan berhati-hati agar air matanya tidak menetes
mengotori kertas. Ia pikir, mungkin bila ia tunjukkan buku buatannya itu pada
Temari dan Kankurou, mereka akan menjadi bahagia. Ia tidak bisa mewujudkan
"dunia tanpa Gaara" jadi ia menggambarnya dan berharap kedua kakaknya
akan senang. Namun, karena sadar betapa konyol dan menyedihkan perbuatan itu,
ia memutuskan untuk menghadiahkan buku itu kepada dirinya sendiri. "Ini...,"
Kazekage berambut merah itu tidak bisa berkata-kata. Ia merasa bila ia terus
melihat gambar itu, ia kana menangis. Bukan karena sedih, tapi karena bahagia.
Betapa konyol baginya untuk merasa bahagianya hanya karena gambar sederhana
seperti ini, namun ia sangat tersentuh.
Ia melihat Temari dan Kankurou
sedang berusaha menahan air mata, mereka berusaha tersenyum namun mata mereka
yang berkaca-kaca tidak bisa berbohong. Gaara sendiri pun tahu kalau matanya
sendiri sudah berkaca-kaca.
Temari membuka mulutnya, namun
menutupnya lagi. Setelah sekian detik, akhirnya Temari memutuskan untuk bicara.
"Maaf Gaara, aku membaca buku gambarmu," kata
Temari seraya mengeluarkan buku gambarnya. Gaara tertegun namun tidak bicara
apa-apa. "Yah...kau tahu..., kami sadar, betapa jahatnya sikap kami
kepadamu dulu, parahnya lagi kami sudah lupa. Anggap saja, gambar ini untuk
menebus semua itu Gaara," kata Temari dengan nada bergetar karena ingin
menangis.
"Ya Gaara, kami tahu, cuma dengan gambar jelek ini
tidak bisa menebus semua kesalahan kami, tapi yah...setidaknya kami sudah
berusaha..., susah lho untuk menggambar seperti itu, tadinya Temari menggambar
diriku seperti batang lidi yang kepalanya dikasih semak-semak tapi...,"
kalimat Kankurou terpotong saat Temari menendang kakinya. Tampaknya, sifat
konyol Kankurou masih bisa belum sembuh juga.
"Pokoknya, kami minta maaf Gaara," kata Temari
menghiraukan raungan Kankurou yang sedang mengelus-elus kakinya.
Gaara terus terpaku menatap
mereka berdua. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia sangat tersentuh, meski
sepele, namun hal ini sangat berarti baginya.
"Ah, dan satu lagi," kata Kankurou yang sudah
berhenti merintih, ia merebut buku gambar Gaara yang ada di tangan Temari dan
merobek-robeknya hingga menjadi potongan-potongan kertas kecil. Temari dan
Gaara memandanginya dengan mata membelalak.
"Kita sudah tidak membutuhkan buku seperti itu kan?
Paling-paling cuma dijual ke tukang loak," kata Kankurou bermaksud
bercanda namun na'asnya mendapat tendangan lagi dari Temari.
"Itu benar Gaara, kami bersyukur kau lahir ke dunia
ini, karena bagaimanapun juga, kau adalah adik kami," kata Temari dengan
nada tegas.
Temari dan Kankurou memandang
Gaara dengan nervous. Mereka takut adik mereka justru marah, namun mereka cuma
bisa terdiam saat melihat setitik air mata mengalir dari mata adik mereka yang
dikenal "tanpa ekspresi" itu.
Gaara segera menghapus air
matanya, ia malu, sudah lama ia tidak menangis di hadapan orang lain. Namun,
sebuah rangkulan hangat dari kakak perempuannya justru membuat tangisnya pecah.
Ia bukan menangis karena sedih, namun ia menangis bahagia. Bahagia karena
akhirnya ia mengerti apa itu yang disebut kehangatan sebuah keluarga. Kankurou
pun ikut memeluk mereka, sebelum akhirnya Temari meresa aneh sendiri karena
mereka jadi seperti teletubies. Tawa Kankurou pecah dan Gaara pun tersenyum
saat Temari buru-buru melepaskan rangkulannya karena tidak ingin terkesan bodoh
seperti teletubies.
"Ayo Gaara, mari kita berpesta!" sahut Kankurou.
Temari tertawa dan Gaara tersenyum sambil mengagguk.
Ini adalah ulang tahun yang paling membahagiakan untuknya,
karena akhirnya Gaara bisa mensyukuri hari lahirnya tersebut dengan bantuan
kedua kakak tersayangnya.
Fanfic by Dark Calamity of Princess
Fanfic by Dark Calamity of Princess
Komentar
Posting Komentar