Ada sebuah cerita tentang antusias seseorang dalam menjalani hidupnya. Cerita berikut ini aku kutip dari buku "The Power Of Positive Living" yang aku sendiri lumayan mengagumi.
 
     Seorang mantan Presiden memiliki kepribadian seperti ini. memiliki antusiasme yang barangkali lebih baik didefinisikan sebagai motivasi kuat. Nama orang ini adalah Calvin Coolidge.
     Sebagian orang mungkin tersenyum sinis ketika mendengar namanya, karena selama bertahun-tahun pemerintahannya, orang ini telah mendapat kritik yang tidak adil. Kritik tersebut datang terutama karena kepribadiannya yang terbuka, karena ia adalah orang yang bersemangat dan tegas, yang dikenal karena kesederhanaan dan kejujuran pribadinya. Sebagai wakil presiden di bawah Warren Harding, ia tidak tersentuh oleh tuduhan korupsi yang ditujukan kepada pemerintahan Harding. Ketika Harding meninggal dunia pada bulan Agustus 1923, ia menggantikannya sebagai Presiden. Terpilih pada tahun 1924, ia memiliki dukungan yang kuat dan memilih orang-orang yang positif untuk kabinetnya, yang memberinya pemerintahan yang kuat dan lugas.
     Memang benar, " Cal Si Pendiam" adalah orang yang tenang. Akan tetapi ia memiliki kepribadian dimana antusiasme bekerja di bawah kendali yang tenang. Ia adalah salah satu dari sedikit politikus yang hemat dalam menggunakan kata-kata. Pidatonya singkat, tepat, dan langsung ke pokok persoalan. Ia mengucapkan apa yang ia ingin katakan dan tidak lebih. Ia disukai olah banyak orang karena tidak berbicara terlalu banyak.
     Sebelum karirnya sebagai pegawai negeri, Coolidge adalah seorang pengacara. Ia memiliki kantor dipusat kota dan rumahnya diujung jalan. Coolidge tidak pernah berkendaraan ke kantornya ; itu lebih mahal dan ia orang yang hemat. Ia berjalan dari rumah ke kantornya setiap pagi tepat pada waktu yang sama. Rute ini melewati rumah seorang teman bernama Hiram. Setiap pagi ketika Coolidge lewat, Hiram bersandar di pagar rumahnya. Dan, selama dua puluh tahun percaapan mereka sehari-hari lebih kurang seperti ini :
     " Hai, Cal," sapa Hiram.
     " Hai, Hiram," balas Cal.
     " Pagi yang indah," Hiram menambahkan.
     " Pagi yang indah," Cal setuju.
     Lalu, Coolidge terpilih menjadi wakil gubernur, lalu gubernur, berikutnya wakil presiden, hingga akhirnya terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Ia pergi dari kota kelahirannya cukup lama. Masa kepresidenannya berakhir, Coolidge kembali ke tempat asalnya dan kembali berpraktek hukum. Ia membersihkan debu perabot kantornya, membereskan kantornya, dan pada suatu pagi, ia berjalan sekali lagi dari rumah ke kantornya. Dan, cukup pasti, disana bersandar pada pagar adalah kawan lamanya, Hiram.
     " Hai, Cal," sapa Hiram.
     " Hai, Hiram," balas Cal.
     " Pagi yang indah," Hiram menambahkan.
     " Pagi yang indah," Cal setuju.
     Sama seperti sebelumnya. Akan tetapi, kali ini ada yang berubah. Hiram, orang New England yang pendiam ini, menambahkan ;
     " Belakangan ini saya tidak melihat anda, Cal."
     " Ya, saya pergi sebentar," Cal menjawab. Semua urusan sebagai wakil gubernur, lalu gubernur, kemudian menjadi wakil presiden dan menjadi presiden sudah berlalu. Kehidupannya adalah sebagaimana adanya sekarang. Calvin Coolidge menerimanya begitu saja. Ia memiliki antusiasme yang tenang, jenis yang bekerja dari dalam. Ia mempertahankan sesuatu. Akan tetapi mengenai dirinya sendiri, ia tidak menanggapi Cal Coolidge secara terlalu serius. Ia adalah orang antusias yang tenang dan rileks. Penggeraknya ada disana, tetapi terkendali.
  ................................................................................................................................................

     Seorang nenek bernama Moses yang lahir pada tahun 1860 di sebuah peternakan di Greenwich. Ia menghabiskan tujuh puluh lima tahun berikutnya dengan seorang genius pelukis terkunci di dalam dirinya, artinya, selama masa itu ia menghabiskan waktu tanpa melakukan apa-apa. Pada usia tujuh puluh enam tahun, ia membebaskan genius itu. Menjelang kematiannya, ia telah menyelesaikan lebih dari seribu adegan nostalgia dari kehidupan pedesaan, dan banyak dari lukisan tersebut dipajang di beberapa museum terbesar di dunia.
     Bakatnya sudah ada selama itu, tergeletak tidur. Baru ketika cara berpikirnya berubah, baru ketika ia menemukan bakat aslinya, ia merasakan kepuasan dalam melukis.
     (Kisah ini mengingatkan aku pada Mbah surip, he..he..he...) 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Komentar

Postingan Populer